Jumat, 19 Agustus 2016

Tiba-Tiba Jadi Maniak Detektif Conan? That's Right! :v

Ya ... gue juga gatau kenapa, tapi yang jelas gue suka bacaan yang penuh teka-teki dan meras otak. Entah ada setan semacam apa yang ngerasukin gue, yang jelas gue bener-bener jadi manusia maniak cerita misteri. Uhuk! Gue sebenarnya udah kenal lama komik ini. Pas kelas 3 SD, temen gue ada yang bicarain tentang komik ini.

"Dini, ada Conan-mu, toh?" temen gue yang namanya Widya memulai percakapan dengan temen gue yang lain, namanya Andini. Lantas, telinga gue yang nangkap kalimat itu pun ikut menyimak meskipun waktu itu gue gak tau apa maksudnya.

"Iyo, ada. Barusan tiga punyaku."

"Yang jilid berapa punyamu?"

"Baru yang jilid satu, dua sama tiga. Kau?"

"Tujuh, delapan, sembilan, sepuluh. Tidak ada kuliat jilid awalnya."

"Oooh ..."

Akibat penasaran dengan maksud 'conan' itu, gue pun bertanya, "Apa itu conan? Anehnya." Ya, gue rada gak sreg dengan kata conan yang menurut gue itu nama yang aneh.

"Detektif. Nda ko tau kau. Nda punyako."

Lantas, otak gue berusaha nyerap apa yang Widya bilang. Detektif? Detektif itu mata-mata, bukan? Setelah itu, gue pun memilih untuk tidak memikirkan kata yang menurut benak gue: Detektif namanya Conan? Gak ada nama yang lain, heh?

Setelah itu, pas gue udah liburan sekolah naik kelas 4, gue diajak Bokap ke Jakarta, cuma berdua. Itu pun gue juga dititipin di keluarga Bokap yang ada di sana, sedangkan Bokap sendiri harus dinas di sana. Berhubung gue gak pernah rasain gimana rasanya tinggal di ibukota metropolitan itu, gue pun mengiyakan. Singkat cerita, pas gue pergi ke rumah keong, maksud gue gedung besar berbentuk keong emas yang ada di TMII itu (Eheheh, klo gak salah sih). Pas pertama kali masuk di sana, gue menemukan bau-bau aroma surgawi. That's right, TOKO BUKU.

Ya, sebenarnya  itu cuma toko buku kecil sih, yang dijual juga cuma komik-komik. Tapi, mata gue menemukan komik dengan judul yang familiar. Yap, Satu rak panjang empat tingkat yang isinya semua komik Detektif Conan. Kaki gue pun langsung menuju ke rak itu, namun ditahan Bude dan kakak sepupu gue yang namanya Mbak Indah. Gue pun bilang kalau gue pengen beli komik itu, namun jawaban yang gue dapat justru, "Gausah, deh, Rin. Di sini mahal, lho. Nanti Mbak Indah beliin yang murah aja, ya?"

Dalem hati gue rada kecewa. Gimana kagak, 'surga' itu udah di depan mata, tapi ditahan karena suatu kata terkutuk, 'mahal'. Ya, gue rasa itu belom rezeki gue. Jadi, sepulang dari sana, besoknya gue dikasi dua buah komik Doraemon, dan satu buah komik Detektif Conan. Dengan semangat 45, gue langsung baca. Kalo gak salah, gue baca dulu komik Doraemon, terus baru Detektif Conan.

Pas udah selesai baca komik Doraemon, gue lanjut baca Detektif Conan. Dan, saat itu juga jantung gue copot.

EBUSET, JADI INI KOMIK CERITA TENTANG KASUS-KASUS KRIMINAL?

Gue berteriak gitu dalem hati. Bener-bener, dah, gue langsung ngerasain hawa-hawa ga enak di sekeliling gue saat itu juga. Jadi, meski rada takut dengan gambar TSADEST yang ada di komik itu, gue tetep lanjut baca. Gimana kagak TSADEST, umur gue masih bocah banget pas itu, tapi gue udah ngeliat gambar yang menurut gue waktu itu ga pantes buat anak seumuran gue. Yeah, konten yang berhubungan dengan kekerasan atau sering dibilang 'pembunuhan'.

Sumpah, waktu itu gue gak terbiasa ngeliat gambar kek gituan. Jadi, gue harus baca komik itu di tempat yang rame, supaya gue gak takut. Hahaha. Singkat cerita, di pertengahan cerita, ada konten gambar yang lebih TSADEST lagi dari yang awal. Kasus pembunuhan di toilet. Sebenarnya, gue gak takut dengan pisau yang nancep itu, tapi gue cuma gak kuat liat muka si korban yang matanya melotot terus mulutnya menganga lebar.

Sejak itu, gue jadi kapok dan gak mau beli lagi atau baca komik Detektif Conan. Gue bener-bener ketipu dengan covernya yang gambar anak-anak. Gue kira, itu cuma komik tentang detektif-detektifan anak-anak biasa. Namun terkadang, kenyataan tak seindah khayalan.

Sekarang, entah di mana komik berjilid 11 yang menjadi saksi bisu yang melihat perasaan dag-dig-dug gue pas baca komik itu. Dan, kini semuanya berputar 180 DERAJAT. Yang dulunya gue hindari sekarang gue sukai. Yang dulu gue anggep serem sekarang gue anggep biasa-biasa aja. Ya, gue jadi jatuh hati ke komik detektif itu, sampe-sampe akun fb gue isinya tentang komik itu semua.

Dulu, gue gak tau apa maksud dari komik itu. Ilmu tentang dunia baca gue masih nol. Dulu, gue selalu mikir, buat apa Aoyama Gosho bikin komik yang berkonten kriminal? Dan, sekarang gue udah ngerti maksudnya. Gue akhirnya tau kenapa komik asal Jepang itu didistribusikan ke Indonesia.

Alasannya, komik itu tidak pernah luput dari kata KONFLIK. Konfliknya muncul terus, dan komik ini dibuat untuk NGUJI OTAK. Teka-teki cara pembunuhan yang tak masuk akal ternyata punya trik dan cara memecahkan trik itu pun MEMERAS OTAK PEMBACA. Komik itu juga menyiratkan kalau setiap kasus pastinya PUNYA SATU KEBENARAN. Konflik-konflik tentang kasus dan trik pembunuhannya SELALU BARU dan TIDAK PASARAN. Kebenaran yang muncul juga biasanya diluar dugaan, misalnya kita pikir bahwa pelakunya adalah Si A karena disesuaikan dengan bukti--meskipun cuma bukti samar, namun ternyata pelaku sebenarnya adalah Si B yang jika dilihat sekilas bukanlah pelaku pembunuhan, namun ternyata cuma dia yang bisa melakukan pembunuhan itu.

Ya, begitulah :v Gue udah punya beberapa komiknya, dan gue udah punya banyak ebook-nya. Ya, gue lebih memilih download daripada beli. Sejauh ini, gue udah baca sekitar 61 jilid. Betewe, yang jadi ketertarikan gue ke komik ini bukan cuma karena unsur konflik dan isi, tapi juga karena kisah lope-lope dari Shinichi-Ran, Heiji-Kazuha dan Kaito-Aoko :v Terkadang, gue suka baper/ngakak sendiri klo baca adegan lope-lopenya :v

Oke, gaes. Gue udah capek nulis. Gue masih ada PR Sejarah Kebudayaan Islam sama Bahasa Arab yang belom selesai*krik krik krik krik*. Oh, gaada yang nanya rupanya. Sekalian gue pengen lanjut baca jilid 63. Oke, bay!